Viralterkini,id, Jakarta – Polemik distribusi beras nasional kembali mencuat setelah Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS, melontarkan kritik tajam terhadap mandeknya penyaluran stok beras Bulog.
Ia menyebut kondisi tersebut berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi negara sekaligus merugikan rakyat yang saat ini masih menghadapi harga beras tinggi di pasaran.
Dalam sidak ke sejumlah gudang Bulog di Yogyakarta, Semarang, dan Karawang, Rokhmin menemukan banyak stok beras menumpuk hingga sebagian mulai mengalami kerusakan.
Kondisi itu menurutnya ironis, karena di saat bersamaan masyarakat justru kesulitan mendapatkan beras dengan harga terjangkau.
“Kami sudah sidak ke gudang-gudang. Banyak beras membusuk, sementara distribusi tak kunjung dilepas. Ini bukan uang negara, tapi pinjaman dari Bank Himbara. Kalau rusak, siapa yang tanggung? Ini bisa jadi bom waktu,” tegas Rokhmin dalam pernyataannya, Kamis (14/8).
Tarik Ulur Antar Lembaga
Rokhmin menyoroti adanya indikasi tarik-ulur kewenangan di antara Badan Pangan Nasional (Bapanas), Perum Bulog, dan Kementerian Pertanian terkait distribusi beras.
Menurutnya, situasi tersebut memunculkan saling lempar tanggung jawab sehingga stok beras justru terhambat keluar dari gudang.
“Pertanyaan sederhana, siapa yang memerintahkan Bulog untuk menahan penyaluran beras? Indikasinya, lembaga-lembaga ini tidak mau mengambil risiko dan akhirnya rakyat yang dikorbankan,” ungkap Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University itu.
Ia menambahkan, situasi berlarut-larut ini memperburuk kondisi pasar. Di satu sisi, gudang Bulog penuh bahkan sampai sebagian beras membusuk.
Di sisi lain, harga beras di pasaran terus melambung dan membebani masyarakat kecil.
Bukan dari APBN, Melainkan Pinjaman
Lebih lanjut, Rokhmin membeberkan fakta mengejutkan. Stok beras yang menumpuk di gudang Bulog bukan berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan dari pinjaman komersial Bank Himbara.
“Ini bukan uang APBN, tapi pinjaman komersial. Artinya semakin lama beras ini disimpan, semakin besar kerugian negara akibat bunga pinjaman, selain potensi rusaknya kualitas beras,” jelasnya.
Menurutnya, bila kondisi ini dibiarkan, konsekuensinya bukan hanya kerugian finansial, melainkan juga menurunkan kepercayaan publik terhadap tata kelola pangan nasional.
“Ini jelas kelalaian, atau bahkan bisa jadi sabotase kebijakan pangan nasional,” katanya.
Desak Presiden dan Aparat Hukum
Rokhmin, yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Kelautan dan Perikanan, menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap persoalan ini.
Ia mendesak Presiden Prabowo dan aparat penegak hukum segera turun tangan untuk menuntaskan permasalahan distribusi beras.
“Stok menumpuk, harga naik, rakyat menderita, negara tekor. Lalu pejabat-pejabat ini saling cuci tangan. Ini skandal! Presiden dan aparat hukum harus turun tangan sebelum semuanya terlambat,” tegas mantan Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001–2004 itu.
Ia memperingatkan bahwa bila tidak segera diatasi, masalah ini bisa menjadi preseden buruk dalam pengelolaan pangan nasional.
Selain menggerus kepercayaan masyarakat, kondisi tersebut juga berpotensi mengancam stabilitas sosial dan ekonomi.
Ancaman Bom Waktu
Menurut Rokhmin, kelalaian dalam penanganan stok beras dapat berujung pada bencana pangan yang dampaknya luas.
“Ini bisa menjadi bom waktu. Rakyat berhak tahu, siapa mafia di balik permainan busuk ini,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa ketersediaan beras dengan harga terjangkau merupakan kebutuhan dasar masyarakat.
Karena itu, semua pihak yang bertanggung jawab atas distribusi beras tidak boleh mengulur waktu.
“Kalau sampai beras rusak, kerugian bukan hanya secara materi. Ini menyangkut hak rakyat untuk mendapat pangan yang layak. Situasi seperti ini berbahaya bagi stabilitas bangsa,” tambahnya.
Sorotan Publik
Pernyataan keras Rokhmin ini diperkirakan akan memantik perhatian publik sekaligus menekan pemerintah agar memberikan penjelasan terbuka mengenai siapa yang bertanggung jawab.
Publik juga menanti langkah cepat pemerintah untuk memastikan beras di gudang segera didistribusikan.
Pasalnya, kebutuhan beras di masyarakat terus meningkat, terutama jelang musim kemarau panjang yang dikhawatirkan menurunkan produksi. Tanpa langkah cepat, risiko krisis pangan semakin besar.
“Yang jelas, rakyat tidak boleh jadi korban tarik-ulur kepentingan antar lembaga. Negara harus hadir menjamin ketersediaan pangan dengan harga wajar,” tegas Rokhmin.
Ia menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa penyelesaian masalah pangan tidak boleh ditunda lagi.
“Pangan adalah soal hidup dan mati bangsa. Jangan main-main dengan urusan perut rakyat,” pungkasnya. (ma & ag)