beritaindo Ketika Psikologi Bertemu Spiritual: Dr. Fatimah Abdullah & Ary Ginanjar di Panggung Ilmiah Internasional


Viralterkini.id, Jakarta – Tantangan psikologi modern kian nyata di tengah meningkatnya krisis mental global. Banyak kalangan menilai, pendekatan Barat cenderung sekuler dan mengabaikan dimensi spiritual manusia. Dalam menjawab keresahan itu, Universitas Ary Ginanjar (UAG) menghadirkan sebuah kuliah umum internasional bertajuk “Mengupas Psikologi Islam dalam Perspektif Alm. Prof. Malik Badri & Psikologi ESQ.”

Acara yang berlangsung pada Senin, 15 September 2025, di Auditorium Menara 165 Jakarta dan platform Zoom ini mempertemukan dua tokoh berpengaruh: Dr. Fatimah Binti Abdullah, akademisi lintas negara sekaligus istri mendiang Prof. Malik Badri, dan Dr. (H.C) Ary Ginanjar Agustian, pendiri UAG sekaligus pencetus Psikologi ESQ. Diskusi hangat ini dipandu psikolog senior Hanna Djumhana Bastaman.

Dalam pemaparannya, Dr. Fatimah mengajak audiens menelusuri gagasan suaminya, Prof. Malik Badri (1932–2021), yang dikenal sebagai Bapak Psikologi Islam Modern. Melalui karyanya The Dilemma of Muslim Psychologists, Prof. Malik mengkritik keras psikologi Barat yang terlalu mengandalkan aspek material dan mengabaikan spiritualitas. “Psikologi Islam tidak akan pernah lengkap tanpa ketuhanan,” ujarnya. Menurut Dr. Fatimah, warisan pemikiran Prof. Malik tetap relevan untuk menjawab tantangan zaman, terutama ketika nilai-nilai kemanusiaan terus tergerus.

Ia juga menilai Psikologi ESQ sejalan dengan gagasan tersebut. “Sejak 2009 saya mengenal ESQ. Konsepnya bertepatan dengan pendekatan Prof. Malik karena sama-sama menekankan tauhid, fitrah, dan integrasi spiritual,” tambahnya.

Di sesi berikutnya, Ary Ginanjar berbagi refleksi pribadinya. Ia mengaku sempat merasa hampa saat mempelajari psikologi Barat. “Saya membaca teori-teori itu, tapi menangis. No soul. No God,” kenangnya. Melalui Psikologi ESQ, Ary menawarkan pendekatan inside-out yang menyatukan IQ, EQ, dan SQ dalam bingkai tauhid. Menurutnya, keseimbangan tiga dimensi ini adalah kunci membentuk manusia yang tangguh dan bermakna. “Tauhid bukan sekadar kalimat, tapi prinsip pengintegrasian seluruh aspek manusia dalam satu kesatuan ilahiah,” tegasnya.

Sebagai wujud penghormatan, Ary mengumumkan rencana membuka “Pojok Prof. Malik Badri” di perpustakaan UAG, agar mahasiswa dapat terus belajar dari warisan intelektual sang tokoh.

Diskusi semakin kaya ketika Hanna Djumhana menjelaskan bangunan Psikologi ESQ. Ia memetakan kembali teori-teori klasik seperti psikoanalisis Freud, behaviorisme Pavlov, humanistik Maslow, hingga logoterapi Frankl, dalam kerangka yang lebih utuh. “Bangunan psikologi ESQ mencakup semuanya, dari raga, jiwa, hingga ruh. Tapi pertanyaan pentingnya: bagaimana ketiganya bisa terhubung dengan Tuhan?” ujarnya reflektif.

Kesaksian para praktisi juga menambah bobot diskusi. Seorang coach ESQ menceritakan pengalamannya mendampingi pasien kanker stadium lanjut yang menemukan ketenangan spiritual menjelang akhir hayat. “Inilah psikologi yang menyentuh fitrah,” katanya.

Kuliah umum ini bukan sekadar ajang intelektual, melainkan momentum penting untuk merumuskan paradigma baru psikologi yang lebih holistik. UAG berupaya menghadirkan psikologi yang tidak hanya menjawab aspek kognitif dan emosional, tetapi juga menyentuh dimensi spiritual terdalam manusia.

Sebagaimana harapan Ary Ginanjar, “Semoga mahasiswa-mahasiswa UAG akan menjadi Malik Badri kedua, yang membawa pemikiran ini ke seluruh dunia.” Dengan demikian, pertemuan dua generasi pemikiran – Prof. Malik Badri melalui Dr. Fatimah, dan Psikologi ESQ lewat Ary Ginanjar – menjadi pengingat bahwa ilmu psikologi sejati tak bisa dilepaskan dari spiritualitas. Bagi UAG, ini adalah langkah nyata menuju lahirnya teori psikologi yang humanistik, spiritual, dan holistik, menjawab kebutuhan manusia modern yang semakin kompleks. (dp)