Viralterkini.id, Jakarta – Kuasa hukum PT Wana Kencana Mineral (PT WKM) OC Kaligis mengaku heran dengan kualitas saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus patok lahan yang melibatkan dua pekerja PT WKM.
Pasalnya, menurut Kaligis, saksi yang merupakan Kepala Seksi Perencanaaan dan Pemanfaatan Hutan Kabupaten Halmahera Timur, Lalu Maharendra banyak menjawab tidak tahu saat ditanya sejumlah pertanyaan kunci perkara patok lahan tersebut.
“10 kali pertanyaan, tidak ingat. Lupa. Palsu semua,” kata Kaligis sesaat setelah persidangan Rabu (24/9) pekan lalu.
Dalam kesaksiannya, Lalu Maharendra sempat menjelaskan skema pemanfaatan lahan yang menjadi sengketa tersebut. Maharendra mengatakan PT WKM sebenarnya memiliki izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang dimaknai sebagai pihak yang berhak menggunakan sebagian kawasan hutan untuk pertambangan ketimbang pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH).
“PT WKS (punya PBPH) lebih dahulu. Kemudian muncul PT Position (juga punya PBPH). PT WKM punya PPKH,” ucap Maharendra.
Maharendra mengakui patok lahan sebenarnya berada pada lokasi yang tidak memiliki PPKH. Meskipun, Lokasi patok lahan juga berada pada izin PPBH yang dimiliki PT WKS (PT Wana Kencana Sejati).
“Patok lahan berupa pagar ada di lokasi yang tidak terdapat PPKH. Posisinya ada di area izin PPBH milik PT WKS,” ucap Maharendra.
Saksi juga secara eksplisit menyatakan PT WKS tak memiliki RKT (Rencana Kerja Tahunan) 2024 di wilayah IUP PT WKM. Padahal untuk melakukan pekerjaan di area hutan, sebuah perusahaan harus memiliki RKT yang dikerjakan pada tahun berjalan.
“Jalan sudah dibuka pada Agustus 2024, jadi tanpa RKT ya?” tanya anggota tim kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak.
“Iya pengerjaan menurut RKT, tapi di data tak ada pengajuan untuk areal di IUP WKM,” jawab saksi Maharendra.
Menurut Rolas, saksi juga tidak memberikan kesaksian yang konsisten. Kondisi tersebut akhirnya menghadirkan tanda tanya soal legal standing yang dimilikinya. Lalu Maharendra, ungkapnya, seolah-olah memberikan keterangan sebagai ahli, padahal kapasitasnya hanyalah penunjuk titik koordinat berdasarkan peta atau GPS.
“Ketika hakim bertanya, saksi ragu-ragu. Tapi ketika jaksa bertanya, dia menjawab lancar. Kualitas saksi seperti ini jelas dipertanyakan,” tegas Rolas.
Saksi bahkan tak mengetahui adanya temuan dan pemeriksaan bidang penegakan hukum Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara. Saksi kemudian tak bisa menjawab soal temuan Gakkum yang sudah menyimpulkan bahwa lokasi sengketa lahan ada dalam IUP PT WKM.
“Saya tidak perhatikan,” kata Maharendra. (mj)